MASYARAKAT EKONOMI ASEAN ( MEA)

Sabtu, 31 Januari 2015
Tulisan ini hanya sudut pandang penulis.
Bekasi, 31 Januari 2015

MEA ( Masyarakat Ekonomi  Asean) atau AEC ( Asean Economic Community)
Seorang teman bertanya “bagaimana tanggapan saya tentang MEA atau AEC ini. Entah apa maksudnya atau apa ketertarikannya akan MEA yang akan di terapkan pada akhir tahun 2015 ini. Secara umum, saya melihat penerapan MEA ini dari 2 (dua) hal yaitu :
·         Arus barang ( flow of product )

·         Arus orang  ( flow of people/employee)
Dari sisi Indonesia sebagai sebuah Negara, maka akan berdampak kepada 2 (dua) hal juga yaitu :

·         Regulation (peraturan)

·         Control (pengawasan)
Jika melihat ekonomi Indonesia secara macro, maka sebenarnya tidak ada yang terlalu beresiko dan kecenderungan mempunyai opportunity lebih di bandingkan negara Asean lainnya. Kita ambil beberapa contoh sederhana

·         Arus Barang

o   Bandingkan berapa banyak produksi product Indonesia baik di consumer goods maupun non consumer goods. List satu persatu berapa banyak sector kita unggul dan berapa banyak sector yang kita masih lebih lemah dibandingkan Negara lain.

§  Mungkin yang paling kasat mata dari sisi saya orang awam tentang macro ekonomi adalah sector pertanian kita akan kesulitan menghadapi dua Negara tetangga kita yaitu Vietnam & Thailand yang sector pertaniannya mendapatkan skala prioritas dari pemerintah Negara tersebut khususnya beras & buah2an. Tapi Indonesia tidak kalah dalam komuditas pertanian lainnya misal : kopi, cengkeh dll

§  Sedangkan sector lainnya seperti tekstil, kayu lapis Indonesia relative lebih unggul di banding Negara lainnya.

·         Arus orang

o   Sebetulnya menurut saya ini cukup menarik untuk di lihat. Arus orang ini akan sangat di tentukan oleh beberapa factor :

§  Faktor Bahasa

§  Faktor kedekatan budaya

§  Faktor Gaji

o   Dari factor “bahasa” & “Budaya”, maka Indonesia  & sebaliknya, akan terjadi pergerakan arus orang hanya kepada Negara yang mempunyai kemiripan bahasa & budaya saja, yaitu dengan Malaysia & Singapura saja. Kalau dengan Negara lainnya seperti Vietnam, Philippine, Thailand, Kamboja agak sulit. Jika ada maka relative sangat rendah pergerakan arus orang ini.

o    Sedangkan dari factor “Gaji/Income” saya melihat justru akan menjadi keunggulan yang luar biasa bagi tenaga kerja Indonesia

§  Kenapa demikian, sekilas saya melihat bahwa standar gaji di beberapa profesi justru Indonesia lebih rendah dari Negara Lainnya. Kita ambil contoh gaji “peneliti atau research development”. Di Negara lainnya khususnya di Malaysia & SIngapura mempunyai standar yang lebih tinggi di banding Indonesia. Maka akan terjadi kecenderungan tenaga kerja Indonesia akan masuk ke Negara tersebut dan bukan sebaliknya. Contoh lain adalah profesi “Dokter”. Banyak sekali dokter dari Indonesia yang mempunyai kemampuan dan keahlian tidak kalah hebatnya dengan dokter di Negara Asean lainnya. Dokter di Negara lain khususnya Singapura & Malaysia mempunyai standar pendapatan yang lebih tinggi. Dari sini kemungkinan justru Dokter dari Indonesia akan masuk ke kedua Negara tersebut.

§  Untuk tenaga kerja yang level rendah, kita sudah melihat di media setiap saat ribuan tenaga kerja Indonesia masuk ke Malaysia & singapura. Jadi justru peluang besar bagi tenaga kerja Indonesia untuk bersaing dengan tenaga kerja dari Negara Asean lainnya di Negara mereka tersebut.

Karena saya bergelut di Industri Retail Consumer Goods khususnya FMCG ( Fast Moving Consumer Goods), maka ada baiknya saya juga sekilas memberikan pendapat saya dampak MEA terhadap Industri Retail Consumer Goods di Indonesia.

·         Pertama adalah saya tidak melihat kekhawatiran yang cukup besar di sector ini

·         Sebagian besar industry retail FMCG ini productnya hasil produksi pabrik yang berlokasi di Indonesia. Ada tapi relative sangat sedikit yang masuk kategori import product. Kecuali di beberapa perusahaan retail yang mengkhususkan diri menggarap market khusus.

·         Dari sisi arus orang, juga sangat terbatas posisi di industry retail yang bisa di masuki oleh tenaga kerja asing. Rata2 hanya posisi executive yang sering kita lihat. Itupun dengan beberapa catatan  antara lain :

o   Company culture perusahaan retail tsb dalam hal memperkerjakan tenaga asing, kalau ada, maka perusahaan retail akan membayar sangat tinggi dibanding executive Indonesia

o   Kemungkinan terjadi hanya di perusahaan retail yang “share” atau sahamnya dimiliki oleh “asing”. Peluang itu sedikit lebih besar dibanding yang mayoritas dimiliki oleh pengusaha asli Indonesia. Misal contohnya “Giant spm” yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Dairy Farm hongkong.

Jadi pandangan sederhana saya ini, pada kesimpulan “tidak begitu mengkhawatirkan” justru memberikan kesempatan yang lebih luas bagi pengusaha Indonesia & tenaga kerja Indonesia untuk dapat bersaing bukan hanya di Indonesia sendiri tetapi sampai ke tingkat Regional ASEAN.
Sekali lagi ini adalah pandangan pribadi penulis. Kondisi macro ekonomi Indonesia sendiri ditentukan oleh banyak factor.  

Selamat Belajar
Dedicate to : Bp. Agus Saefudin

RETAIL COST

Rabu, 28 Januari 2015
CATATAN BELAJAR RETAIL
BULAN JANUARI 2015

Pada setiap akhir tahun, di satu sisi retailer disibukan oleh antisipasi lonjakan sales terkait seasonal :  Natal & Tahun baru sekaligus menghitung target pembelian sebagai bagian dari “dealing” antara retailer dengan principal/supplier atau yang lebih dikenal dengan istilah “trading term” dimana princilpal/supplier menjanjikan rewards sejumlah nilai tertentu jika retailer mampu memenuhi target pembelian yang telah disepakati kedua belah pihak.
Biasanya kesibukan ini hanya melibatkan beberapa department/bagian dari sebuah perusahaan retail. Kalau boleh saya nyatakan kesibukan tsb di tangani oleh 3 (tiga) department saja yaitu : Store Operation, Commercial/Merchandising & bagian Distribusi/Logistic

Tetapi selain hal tsb diatas, beberapa bagian/department di sebuah perusahaan retailer sedang menjaga Jantung mereka tetap sehat & berdenyut menunggu sebuah keputusan yang 100% tidak berada dalam control mereka. Keputusan penting tersebut adalah UMP (upah minimum propinsi, atau  UMSP(upah minimum sektoral propinsi), atau UMK ( upah minimum Kabupaten/ Kota)
Department HRD pasti disibukan memantau perkembangan-perkembangan yang terjadi mulai issue yang berkembang, pergerakan demo buruh & tuntutannya, Reaksi masing2 pemerintah kota/kabupaten/propinsi terhadap tuntutan buruh melalui berbagai bentuk serikat pekerja (SP). 5 (lima) tahun belakangan ini issue UMP/UMK/UMSP seakan2 telah menjadi sebuah agenda tahunan dengan maraknya berbagai elemen serikat pekerja turun ke jalanan bahkan sampai menutup fasilitas public di negeri ini, dengan harapan tuntutan mereka akan upah minimum di penuhi oleh pemerintah.

Bagaimana tidak jantungan department HRD serta pimpinan perusahaan, karena kenaikan UMP/UMK/UMSP dengan apapun lah dasar perhitungannya baik yang pada awalnya hanya berdasarkan harga 9 (Sembilan) kebutuhan pokok sampai yang di pakai sekarang yang dipakai dasar tuntutan adalah KHL ( Kebutuhan Hidup Layak). Komponen KHL ini tidak lagi berdasarkan kepada kebutuhan fisik minimum (KFM). Kata “minimum” ini sejalan perkembangan teknologi dan perekonomian di tuntut untuk berubah menjadi “ kebutuhan hidup layak”

Nah, pengertian “layak” inilah yang menjadi sumber perdebatan antara pemerintah dgn serikat pekerja. Difinisi layak dari sisi layak disini banyak komponennya :
- makanan & minuman
- perumahan
- sandang
- kesehatan & estetika
- aneka kebutuhan lainnya

Apapun keputusan & kesepatan tre parted antara serikat pekerja, pengusaha yang diwakili apindo dan pemerintah, maka perusahaan harus selalu siap menghitung berapa besar dampaknya kepada struktur biaya perusahaan tersebut. Khusus perusahaan retail tentunya menjadi concern karena sampai saat ini perusahaan retail apapun bentuknya/formatnya baik minimarket, supermarket maupun hypermarket adalah jenis perusahaan padat karya yang mempunyai jumlah karyawan dalam jumlah besar dgn struktur leveling “level bawah” yang bersentuhan langsung dengan keputusan ini hampir mencapai 60 % lebih.

Mari kita berhitung jika dari 125.000 karyawan di sebuah perusahaan retail besar di Negara ini, dan 60% nya adalah karyawan level bawah yang terkena dampak kepada kenaikan UMP yang naik hamper 40% tahun 2014 ke 2015. Berapa besar karyawan di level atasnya yang “tersundul” oleh level bawahnya yang harus di “adjust” atau “disesuaikan” untuk mempertahankan “leveling” perusahaan tetap berjalan dengan baik & benar”. Untuk itulah saya katakana bahwa akhir tahun adalah bulan dimana department HRD & finance akan mulai terkana sakit jantung tahunan.

Keputusan pemerintah seberat apapun tetap harus dijalankan oleh semua perusahaan. Walau ada opsi penundaan karena ketidakmampuan perusahaan membayar umah minimum propinsi tsb, tentunya akan tetap terjadi gesekan dengan pihak karyawan.

Saatnya pagi semua perusahaan khususnya perusahaan retail memikirkan “strategi” atau “ alternative” lain untuk menyikapi kenaikan biaya gaji karyawan akibat kenaikan UMP ini.
Beberapa alternative umum yang sering dilakukan oleh perusahaan adalah :
  • mengurangi jumlah karyawan secara significant (PHK). è Tentunya ada   biaya besar juga yang akan muncul
  • memindahkan perusahaan ke daerah yang UMP nya masih rendah. èHal ini tidak dapat dilakukan sama sekali oleh perusahaan retail.
  • Menaikan harga jual product ke konsumen è tentunya ini akanberdampak kepada apakah konsumen tetap loyal ke perusahaan retail ini atau tidak, dan tentunya ada resiko penurunan revenue

Sebetulnya ada alternative lain yang harus di pikirkan oleh perusahaan retail khususnya untuk menyikapi hal ini. Menurut pemikiran saya (terlepas benar/salah) misalnya :
  • Menurunkan jumlah personel dengan menempatkan kualitas personel yang lebih tinggi untuk menangani perkerjaan yang di tinggalkan, dengan memberikan konpensasi lebih tinggi.
  • Jika karyawan saat ini adalah : 8 orang untuk menangani pekerjaan rutin dengan biaya sebesar nilai rupiah UMP misalnya 2.9 juta maka biaya yang harus di keluarkan adalah sebesar Rp. 23.2 Juta. Maka dgn menempatkan karyawan yang mempunyai kemampuan lebih dan dengan konpensasi lebih tinggi dapat juga mengurangi beban gaji tsb. Misalnya menjadi 5 orang untuk menangani pekerjaan yang awalnya dilakukan oleh 8 orang dgn konpensasi lebih misalnya @3.3 juta shg total biaya gaji adalah Rp. 16.5 juta. Tentunya dgn seleksi dan control ketat sehingga kualitas pekerjaannya tetap terjaga.
  • Atau mengurangi jumlah karyawan dengan meningkatkan penggunaaan teknologi atau perbaikan cara kerja yang berdampak kepada kebutuhan karyawan perusahaan retail terutama yang berada di posisi front liner ( toko ). 

                                 i.     Perusahaan retail harus melakukan identifikasi atas semua pekerjaan saat ini
                               ii.     Kemudian cari alternatif2 lain baik secara proses kerja dan atau penerapan teknologi yang dapat mengurangi ketergantungan kepada jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan.
                              iii.     Cara ini sangat efektip untuk kelangsungan bisnis retail secara jangka panjang.

Atau ada ide2 lain yang perlu di pertimbangkan ( what next), gali terus jika tidak ingin struktur biaya perusahaan retail membengkak hanya dari satu pos biaya yaitu Biaya Gaji

Selamat Belajar & Salam “INS”
24 Januari 2015, disebuah warung makan bernama Kantin Nyonya ditemani teman diskusi seorang expert Government Relation sebuah perusahaan Retail.

Viewer

Diberdayakan oleh Blogger.